PERAN OLAHRAGA TERHADAP TERAPI DAN REHABILITASI



PERAN OLAHRAGA TERHADAP TERAPI DAN REHABILITASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan ini, tidak ada satupun orang yang menginginkan tubuhnya sakit. Kesehatan merupakan dambaan semua orang, baik laki-laki, perempuan, tua maupun muda sangat mendambakan suatu keadaan tubuh yang sehat. Secara garis besar, kesehatan dalam diri seseorang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kesehatan jasmani, kesehatan rohani dan kesehatan sosial, kesehatan jasmani dapat dicapai dengan aktivitas fisik,  kesehatan rohani dapat dicapai melalui kegiatan yang bersifat religius dan kesehatan sosial dapat dicapaui dengan aktif berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat yang bersifat sosial. Terdapat banyak sekali aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh individu untuk mencepai kesehatan, salah satunya dengan melakukan kegiatan olahraga.
Menurut Rusli  dan  Sumardianto (2000:  6) Olahraga merupkan aktivitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain, ataupun  diri  sendiri. Olahraga merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang bertujuan untuk kesehatan, kebugaran, rekreasi, prestasi, pendidikan, terapi dan rehabilitasi. Pernyataan tersebut sesuai dengan undang-undang nomor  3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Sisornas), yang menyebutkan bahwa secara garis besar ruang lingkup olahraga di Indonesia saat ini dibagi menjadi empat domain yaitu: olahraga prestasi, olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga rehabilitasi.
Dalam olahraga prestasi tujuan utamanya adalah untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya sebagai pengembangan bakat, minat, potensi, kemauan, serta kemampuan. olahraga yang dilandasi oleh ilmu-ilmu pengembangan kemampuan tubuh. Ilmu-ilmu lain sebagai penunjang dalam dunia olahraga agar tercapainya prestasi yang diinginkan, seperti fisiologi, biomekanika, dan cabang-cabang ilmu lain yang tergabung dalam kelompok ilmu somatokinetika. Dewasa ini, bentuk-bentuk aktivitas olahraga dalam cabang olahraga terbagi dalam beberapa kelompok, misalnya atletik, senam, kelompok permainan, bela diri, akuatik, dan lain-lain.
Olahraga pendidikan pada hakikatnya adalah proses olahraga yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam fisik, mental, serta emosional. Olahraga pendidikan memperlakukan pesrta didik sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, dari pada hanya menganggapnya sebagai seorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Olahraga pendidikan harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang.
Olahraga rekreasi adalah suatu kegiatan aktivitas fisik dalam rangka pengisian waktu luang (leisure time) dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, kegembiraan, dan hubungan sosial. Landasan keilmuan dari olahraga rekreasi adalah ilmu-ilmu sosial, sejarah, dan cabang-cabang lain yang tergabung dalam kelompok antropokinetika. Bentuk dan tata cara melakukan olahraga rekreasi, berupa aktivitas-aktivitas permainan yang menyenangkan, atau cabang-cabang olahraga yang telah dimodifikasi dan diadaptasi sedemikian rupa agar menyenangkan dan bermanfaat bagi kesehatan, kebugaran, dan terjalinya hubungan sosial yang lebih baik.
Rehabilitasi adalah pemulihan kembali, sehingga dapat dijelaskan bahwa olahraga rehabilitasi adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang dilakukan oleh individu pasca terjadinya cidera, dengan tujuan untuk pemulihan kembali. Kegiatan rehabilitasi biasanya dilaksanakan setelah atau bersamaan dengan kegiatan terapi olahraga, dimana kegiatan tersebut  adalah bentuk pengobatan atau penyembuhan terhadap kesehatan seseorang yang mengalami cidera. Cedera olahraga adalah cedera yang terjadi pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan dan lin sebagainya. Disamping untuk cidera, terapi dan rehabilitasi olahraga juga dapat digunakan untuk penyembuhan dan pemulihan terhadap berbagai penyakit, seperti stroke, jantung, asma dan berbagai penyakit dalam lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam tulisan  ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari olahraga, terapi dan tehabilitasi?
2.      Bagaimana peran olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi?
3.      Bagaimana manfaat olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Olahraga, Terapi dan Rehabilitasi
Salah satu dimensi filsafat ilmu yang bertujuan untuk mengetahui pengartian dari objek yang akan dikaji adalah ontologi. Dalam pembahasan sub bab ini, olahraga, terapi dan rehabilitasi akan dikaji secara ontologi. Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau pengkajian mengenai teori yang ada. Dasar ontologi dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu, yaitu tentang ciri-ciri esensial obyek yang berlaku secara umum. Berikut adalah penkajian olahraga, terapi dan rehabilitasi secara ontologi.
1.      Olahraga
Giriwijoyo (2005:30) menyatakan bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya. Olahraga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik yang di dalamnya terdapat fenomena yang cukup penting bagi individu pelakunya, yaitu adanya miniatur kehidupan sosial dan ekspresi budaya, termasuk ideologi, profesi, organisasi, pendidikan dan sains. Arah dan tujuan individu berolahraga sangat beragam, ada yang bertujuan untuk pendidikan, ada yang bertujuan untuk rekreasi, ada yang bertujuan untuk prestasi dan ada pula yang bertujuan untuk rehabilitasi, yang kesemua tujuan tersebut dikaji dalam ilmu olahraga.
Olahraga adalah aktivitas yang bersifat kompetitif, yang dapat dilakukan oleh satu orang, dua orang, tau bahkan beberapa orang yang membentuk suatu regu atau satu kelompok. Tanpa kompetisi olahraga akan berubah menjadi sebuah aktivitas yang bersifat permainan atau rekreasi. Dikatakan sebagai permainan sebab dalam aktivitasnya, para pelaku tidak memikirkan menang dan kalah, karena tujuan utamanya hanyalah mencari kesenangan. Kegiatan olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain, karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sifat kompetisi inilah yang membedakan olahraga dan bermain.
Haag (1994: 13) menerangkan bahwa objek kajian olahraga beraneka ragam, keanekaragaman olahraga terjadi karena dipengaruhi oleh keragaman sosial budaya dan kondisi geografis yang spesifik dalam kehidupan masyarakat. Gerak yang tampak dalam perilaku merupakan hasil keseluruhan sistem yang sinkron dan menyatu antara jiwa dan badan yang membentuk satuan individu sebagai pribadi. Unsur fisik-biologis, biokimia, impuls syaraf elektronik menyatu dengan unsur mental dan rohaniah. Manusia menggerakkan dirinya secara sadar melalui pengalaman jasmani sebagai medium mencapai tujuan tertentu.
Saat ini olahraga dirumuskan sebagai suatu disiplin pengetahuan yang sistematis dan terorganisir yang mengkaji tentang fenomena badan yang dibangun melalui sebuah sistem penelitian ilmiah yang diperoleh dari medan-medan penyelidikan. Disiplin olahraga bersandar pada postulat, asumsi dan prinsip yang berbeda sesuai dengan rumpun akar disiplin ilmu. Melihat begitu luas dan kompleksnya bidang kajian olahraga, maka di Indonesia kajian olahraga dipersempit, yaitu hanya mencakup spektrum aktivitas jasmani yang meliputi olahraga prestasi, olahraga pendidikan, olahraga rekreasi dan olahraga rehabilitasi.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa olahraga adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik mengandung sifat permainan serta berisi perjuangan dengan diri sendiri dengan orang lain, atau konfrontasi dengan unsur alam yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesenangan. Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari aktivitas sehari-hari, salah satunya adalah aktivitas fisik yang disebut dengan olahraga. Olahraga merupakan kegiatan yang bisa dilakukan oleh setiap orang dengan kemampuan dan kesenangan.
2.      Terapi
Hertin Setyowati (2004: 27) menyatakan bahwa terapi adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam upaya memperbaiki disfungsi yang berkaitan dengan tubuh manusia. Dewasa ini berkembang berbagai macam jenis terapi, diantaranya yaitu: fisio terapi, terapi akupasi, terapi bermain, terapi musik, terapi alam dan lain sebagainya. Masing-masing jenis terapi memiliki karakteristik dan tujuan tertentu, ada yang berfungsi untuk penyembuhan cidera, penyakit, gangguan psikologis hingga cacat tubuh baik yang bawaan lahir maupun tidak.
Fisio terapi adalah suatu penyembuhan atau pengobatan bagi penderita kelainan fisik dengan menggunakan tenaga, daya dan khasiat alam. Maksud kegiatan penyembuhan dan pengobatan dengan menggunakan khasiat alam dalah untuk menjaga gerak sendi, mencegah terjadinya pemendekan otot, mendidik kembali perasaan dan gerakan otot-otot, mencegah adanya atropi otot dan mendidik gerakan fungsional. Terapi bermain merupakan salah satu jenis terapi yang dikembangkan dengan cara memanfaatkan aktivitas bermain sebagai media untuk menyembuhkan berbagai jenis disfungsi tubuh dan gangguan psikologis. Terapi musik adalah terapi dengan memanfaatkan harmoni suara yang diterima oleh indra pendengaran yang bertujuan untuk memberikan kesan yang menyenangkan bagi pelaku terapi. Terapi alam adalah terapi yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang telah diciptakan oleh tuhan untuk penyembuhan, diantaranya adalah: udara, air, sinar matahari dan tumbuh-tumbuhan alami.
Dalam dunia olahraga, terapi merupakan serangkaian aktivitas gerak fisik yang dilakukan di dalam usaha penyembuhan atau meningkatkan kualitas hidup penderita, mengelola penyakit dan menunda atau meniadakan komplikasi yang akan ditimbulkannya. Penggunaan aktivitas fisik sebagai usaha terapi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan bersifat komplementer dengan usaha terapi yang lain, misalnya pengaturan makan dan pengobatan konvensional yang telah terbukti peranannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai terapi, olahraga digunakan untuk mengelola ketunaan atau penyakit dan menunda atau meniadakan komplikasi. Hal ini dilakukan dengan berdasar kepada kenyataan bahwa fungsi organ akan menurun apabila tidak digunakan dan akan meningkat apabila digunakan. Takaran olahraga harus disesuaikan dengan tingkat toleransi individu. Indikator dari tingkat toleransi adalah mulainya seseorang merasa tidak enak, nyeri atau tegang, sehingga apabila pelaku terapi sudah maarasakan hal tersebut, maka intensitas kegiatan terapi harus segera diturunkan atau bahkan dihentikan. Kegiatan terapi seharusnya selalu didampingi oleh orang yang lebih ahli, supaya tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan terapi tidak berfungsi atau terapi menimbulkan disfungsi yang diderita bertambah parah.
3.      Rehabilitasi
Sunaryo (1995: 124) menyatakan bahwa rehabilitasi merupakan suatu proses kegiatan untuk memperbaiki kembali dan mengembangkan fisik, kemampuan serta mental seseorang sehingga orang tersebut dapat mengatasi masalah kesejahteraan sosial bagi dirinya serta keluarganya. Olahraga Rehabilitasi adalah olahraga yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan atau memulihkan fungsi organ-organ tubuh ke keadaan semula setelah terjadinya kecelakaan olahraga atau cidera seperti patah tulang dan operasi cedera lutut dan bagian tubuh lainnya.
Program rehabilitasi cedera dimulai dengan latihan fleksibilitas dan range of motion, latihan kekuatan dan daya tahan otot, serta latihan proprioseptif, koordinasi, dan kelincahan. Lebih dari itu harus juga diperhatikan dan dipertahankan kebugaran kardiovaskuler seperti sebelum cedera. Rehabilitasi cedera meliputi pencegahan cedera, penilaian cedera, dan manajemen cedera. Pencapaian fleksibilitas lebih awal dalam olahraga rehabilitasi diperlukan karena parameter lain ditentukan oleh fleksibilitas daerah cedera dan efek dari proses penyembuhan. Jaringan yang sembuh dari cedera meninggalkan jaringan penyembuhan yang dapat menyebabkan kontraktur. Selama masa penyembuhan, ada kesempatan emas untuk mengubah jaringan sikatrik tersebut. Kekuatan dan daya tahan otot saling mempengaruhi. Saat kekuatan otot meningkat, daya tahan juga meningkat dan sebaliknya.
Menurut Houglum (2005: 13-15), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar, seperti misalnya: tidak memperburuk keadaan, dilakukan sesegera mungkin, semakin cepat penderita memulai porsi latihan, semakin cepat dapat kembali ke aktivitas sepenuhnya. Setelah cedera, istirahat memang diperlukan, namun demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak istirahat akan memperlambat pemulihan. Dikatakan bahwa imobilisasi seminggu pertama setelah cedera, 3%-4% kekuatan otot berkurang setiap harinya. Beberapa studi menemukan bahwa laju pemulihan jauh lebih lambat daripada laju kehilangan kekuatan otot. Penemuan tersebut mengindikasikan pentingnya memulai program terapi latihan dan rehabilitasi sesegera mungkin setelah kondisi memungkinkan. Kepatuhan dan individualisasi juga merupakan prinsip rehabilitasi cedera. Perbedaan psikologis dan kimiawi mempengaruhi respon spesifik terhadap cedera.
Jennifer L. Miningh (2007:  134) rehabilitation program involved a labor dispute that was subject to mandatory rehabilitationunder the term of the collective bargaining agreement (CBA). If players refuse to settle a contract, they may be forced to participate in a strenuous rehabilitation program designed to coerce them into voluntarily leaving the team.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa olahraga rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang bersifat terapi. Olahraga rehabilitasi diberikan setelah satu minggu pasca cedera, kemudian diberikan program latihan untuk melatih fleksibilitas otot dan gerak sendi dengan stretching. Olahraga rehabilitasi berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot dengan thera band. Setelah kondisi membaik, maka diberikan latihan pembebanan untuk meningkatkan daya tahan otot setelah mengalami cedera.
B.     Peran Olahraga terhadap Terapi dan Rehabilitasi
Made Pramono (2006: 138) Epistemologi merupakan salah satu dimensi filsafat ilmu yang bertujuan membahas suatu objek kajian secara mendalam dengan segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Aksiologi adalah dimensi filsafat ilmu filsafat membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatnya. Epistemologi merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan yang telah ada, sedangkan aksiologi merupakan jalan berfikir yang fokus pada umumnya adalah tentang value free dan value bound ilmu. Berikut adalah pembahasan mengenai epistemologi dan aksiologi peran olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi.
Olahraga memiliki peranan yang sangat penting dalam suksesnya terapi dan cepatnya rehabilitasi. Secara garis besar, tujuan terapi dan rehabilitasi yang dapat dilakukan dengan berolahraga, dibagi menjadi dua, yaitu terapi dan rehabilitasi untuk penyakit dan terapi dan rehabilitasi untuk cidera. Setiap jenis penyakit dan cidera yang dialami seseorang dilakukan terapi dan rehabilitasi dalam bentuk aktivitas fisik atau kegiatan olahraga yang berbeda-beda, baik jenis gerakan, frekuensi gerakan, intensitas gerakan dan beban gerakan disesuaikan dengan jenis penyakit dan cidera yang dialami.
Berbagai penyakit yang dapat diterapi dan direhabilitasi dengan olahraga diantaranya adalah penyakit jantung, penyakit pernafasan, diabetes, stroke, osteoporosis, kanker, obesitas dan lain sebagainya. Disamping untuk terapi dan rahabilitasi penyakit, olahraga juga dapat digunakan untuk terapi dan rehabilitasi berbagai cidera, baik cidera yang disebabkan karena kecelakaan di luar kegiatan olahraga, maupun cidera yang disebabkan karena kecelakaan dalam kegiatan olahraga, contoh berbagai cidera yang dimaksud adalah cidera otot bahu, otot bisep, otot trisep, otot hamstring, sendi ruas jari tangan, sendi pergelangan tangan, sendi pergelangan kaki, sendi siku, sendi lutut, sendi ruas jari kaki, kram otot dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan betapa luasnya kajian mengenai peran olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi untuk penyakit dan cidera. Agar penjelasan mengenai peran olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi lebih terfokus dan berbobot, maka pembahasan yang akan dilakukan terkait peran olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi hanya terbatas pada, terapi dan rehabilitasi untuk sakit jantung, sakit asma, cidera otot bahu dan cidera hamstring, berikut adalah pembahasannya.
C.    Olahraga Terapi dan Rehabilitasi untuk Penyakit Jantung Beserta Manfaatnya
Farida (2008: 4) penyakit jantung sangat identik dengan penyakit yang membunuh, penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu system pembuluh darah atau yang lebih tepatnya menyerang jantung atau urat-urat darah, beberapa contoh penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, serangan jantung, tekanan darah tinggi, stroke, sakit di dada dan penyakit jantung rematik. Terdapat banyak faktor yang biasa menyebabkan seseorang mengalami kerentaan terhadap penyakit jantung, faktor utamanya adalah masalah gaya hidup, namun juga terdapat beberapa faktor lain yang memang tidak dapat dirubah, seperti bertambahnya umur dan faktor keturunan.
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang disebabkan oleh kurang gerak atau kurang aktivitas fisik dan kegemukan. Penyakit jantung koroner dapat dicegah bahkan diterapi dan direhabilitasi dengan berolahraga. Penyakit kurang gerak atau yang kita kenal dengan hypocinetik deseases memacu tubuh kita untuk menimbun lemak yang tidak berfungsi di dalam tubuh kita dan khususnya di jantung. Sehingga akan mempersempit pembuluh darah sebagai jalur transportasi yaitu mengalirkan sari-sari makanan dan oksigen. Aktivitas olahraga dapat membantu mengurangi timbunan lemak yang terjadi baik sebelum terjadi penyakit jantung koroner, selain itu olahraga juga dapat digunakan untuk pemulihan kembali setelah terjadi serangan jantung koroner.
Walter R. Frontera (2006: 121) cardiac rehabilitation originally was developed for patients recovering from myocaridial infarction. Dewasa ini telah dikenal konsep tentang terapi dan rehabilitasi olahraga yang terpadu dan dilakukan oleh tim terapi dan rehabilitasi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran olahraga, ilmu gizi, ilmu fisioterapi, psikologi, dan lain sebagainya. Terapi dan rehabilitasi olahraga bertujuan untuk penderita pasca serangan jantung dan pasca bedah jantung komplikasi akan mendapatkan program latihan sedini mungkin. Terapi dan rehabilitasi ini dapat memulihkan keadaan penderita secepatnya dan jika memungkinkan, olahraga dapat digunakan untuk mengembalikan penderita ke keadaan semula sebelum sakit, sesuai dengan konsep terapi dan rehabilitasi olahraga.
Olahraga merupakan suatu bentuk terapi dan rahabilitasi yang baik bagi orang yang telah menderita penyakit jantung dan telah mengalami peraatan, agar dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa penderita jantung pasca perawatan atau serangan jantung tidak boleh berlatih sembarangan tanpa pengawasan ahli yang menentukan program yang sesuai untuk dirinya. Melalui olahraga yang teratur yang bersifat aerobic (jalan, lari, berenang, naik sepeda) dapat meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru. Hal ini memungkinkan seseorang tidak merasa lelah dan akan melebarkan pembuluh darah jantung (arteri koronaria) sehingga aliran darah lebih lancar.
Walter R. Frontera (2006: 122) encourage cardiac patients to exercise during hospitalization and to maintain active lifestyles after discharge inpatient and outpatient programs present diferrent characteristic. For patients recovering form myocardial infraction exercise during hospitalizazion helps prevent the deconditioning effects of bed rest and prepare the patients to face the demands of dialy physical activities after discharge.
Menurut Farida (2008: 6) Sesuai dengan konsep terapi dan rehabilitasi olahraga, penderita pasca serangan jantung dan pasca bedah jantung komplikasi dapat diberikan program terapi dan rehabilitasi olahraga sebagai berikut:
a.       Terapi dan rehabilitasi olahraga fase rawat
Latihan ini dilakukan secepatnya (hari ke-2 sampai ke.-3) jika kondisi penderita sudah stabil, tanpa keluhan yang membahayakan, penderita dapat melakukan latihan-latihan ringan dengan dibantu instruktur. Latihan ini disebut latihan pasif yang akan dilanjutkan secara aktif oleh penderita sendiri yang berupa kegiatan senam di tempat tidur sambil dipantau reaksi latihannya. Dalam kegiatan latihan ini instruktur harus mengukur tekanan darah dan nadi baik sebelum dan sesudah latihan, serta mencatat keluhan apabila ada.
b.      Terapi dan rehabilitasi olahraga fase perawatan
Tujuan dari terapi dan rehabilitasi ini adalah mempersiapkan penderita untuk kembali bekerja atau kembali pada aktivitas semula. Program latihan ini dilaksanakan secara bertahap, berpedoman pada uji latih jantung sebelum pulang dari rumah sakit. Latihan ini lebih bervariasi dan beban latihan lebih ditingkatkan, dapat berupa latihan senam, berjalan, naik tangga atau latihan dengan alat seperti sepeda, dayung, tongkat, dumble, treadmill dan lain sebagainya.
c.       Terapi dan rehabilitasi olahraga fase pemeliharaan
Pada kegiatan terapi dan rehabilitasi fase ini, bertujuan untuk mempertahankan kondisi yang telah dicapai sekarang dan mencegah terjadinya serangan berulang. Pada fase ini merupakan fase pemeliharaan agar hasil yang dicapai tidak turun lagi. Latihan ini dapt dilakukan di tempat rehabilitasi atau bergabung dengan klub jantung sehat yang ada di sekitar lingkungan penderita. Latihan ini ditingkatkan sesuai kemajuan yang lebih longgar. Jika oleh dokter disarankan berolahraga di luar tempat rehabilitasi, maka penderita harus mengikuti pedoman dan petunjuk dari dokter.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa betapa tingginya peran olahraga terhadap terapi dan rehabilitasi penyakit jantung. Penyakit jantung adalah penyakit yang sangat berbahaya, sehingga dalam pelaksanaan terapi dan rahabilitasinya harus dilakukan dengan sangat hati-hati, sesuai dengan petunjuk dokter spesialis jantung dan sebaiknya dalam melakukan aktivitas olahraga penderita selalu didampingi oleh orang lain atau ahli instruktur. Terapi olahraga berfungsi untuk penyembuhan jantung dan rehabilitasi olahraga berfungsi untuk mengebalikan kondisi penderita ke keadaan semula sebelum serangan jantung terjadi.
D.    Olahraga Terapi dan Rehabilitasi untuk Penyakit ASMA Beserta Manfaatnya
Sigit Nugroho (2011: 1) Asma adalah suatu keadaan di mana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Asma adalah suatu penyakit paru kronis yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup penderitanya. Seperti penyakit paru kronis yang lain, keadaan ini memungkinkan dilakukan program terapi dan rehabilitasi olahraga.
Asma mempunyai dampak negatif pada kualitas hidup penderitanya. Gangguan yang ditimbulkan oleh asma dapat membatasi berbagai akivitas penderita sehari-hari termasuk olahraga, sekolah, maupun menyebabkan kehilangan hari kerja. terapi dan rehabilitasi olahraga terhadap asma bertujuan mendapatkan asma yang terkontrol, yaitu keadaan yang optimal yang menyerupai orang sehat sehingga penderita dapat melakukan aktivitas harian seperti orang normal, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilakukan, mempunyai manfaat, aman, dan dari segi harga pun juga terjangkau.
Sri Astuti Suparmanto (1994: 15) menyatakan bahwa prevalensi asma pada anak Indonesia cukup tinggi. Meski demikian pemerintah belum memiliki data yang rinci untuk seluruh wilayah di Indonesia. Pemerintah hanya memiliki data anak sekolah di beberapa kota besar seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Denpasar. Prevalensi pada anak SD berkisar antara 3,7%-16,4% sedangkan pada anak SMP di Jakarta 5,8%. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1996, penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak napas seperti bronchitis, emfisema dan asma merupakan penyebab kematian ke-7 di Indonesia. WHO memperkirakan antara 100-150 juta penduduk di dunia penyandang asma dan diperkirakan jumlahnya terus bertambah sekitar 180.000 setiap tahunnya. Asma terdapat dan tersebar di seluruh tempat di dunia dengan kekerapan bervariasi. Kekerapan yang paling tinggi ditemukan di negara-negara Anglo-Saxon yakni 17-20%. Di Indonesia belum ada survei nasional, tetapi penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi menunjukkan kekerapan asma di masyarakat dapat mencapai angka antara 2-7%.
Sigit Nugroho (2011: 3-4) Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit asma kronik dengan serangan intermiten. Serangan ditandai dengan adanya spasme dari saluran bronkial, pembengkakan dinding bronkial dan banyaknya sekresi lender. Semua keadaan tersebut mengakibatkan timbulnya batuk, bunyi ngik, sesak napas dan rasa kontriksi pada dada. Hal tersebut yang menjadikan penyakit asma sebagai penyakit yang cukup berbahaya, dan menjadi salah satu penyakit yang cukup menakutkan bagi penderita dan orang terdekat ketika penyakit tersebut melakukan penyerangan (kambuh).
Terdapat kesulitan dalam mengetahui sebab dan cara mengontrol asma. Pertama timbul akibat perbedaan perspektif mengenai definisi asma serta metode dan data penelitiannya. Kedua diagnosis asma biasanya berdasarkan hasil kuesioner tentang adanya serangan asma dan mengi saja tanpa disertai hasil tes faal paru untuk mengetahui adanya hiperreaksi bronkus. Ketiga untuk penelitian dipakai definisi asma berbeda-beda. Asma akut (current asthma) bila telah ada serangan dalam 12 bulan terakhir dan terdapat hiperreaksi bronkus. Asma persisten, bila terus menerus terdapat gejala dan hiperreaksi bronkus dan asma episodik bila secara episodik dijumpai gejala asma tanpa adanya hiperreaksi bronkus pada tes provokasi.
Terapi dan rehabilitasi paru dengan kegiatan olahraga merupakan salah satu bagian penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan latihan dan mengurangi sesak napas, meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (otot napas atau perifer), meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kemampuan hidup sehari-hari dan meningkatkan pengetahuan tentang kondisi paru dan penatalaksanaan kesehatan sendiri.
Penurunan toleransi aktivitas fisik merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh penderita dengan penyakit paru kronis berat. Penyebab intoleransi aktivitas fisik adalah multifaktorial dan meliputi yaitu kerusakan pada mekanik paru dan otot pernapasan, disfungsi jantung, perubahan pertukaran gas, status nutrisi yang jelek, deconditioning, dan permasalahan psikologi dengan berbagai tingkat. Aktivitas olahraga dan latihan pernapasan merupakan komponen penting dari rehabilitasi asma.
Ermawan (9-10) Asma merupakan salah satu masalah kesehatan yang bisa menyebabkan disabilitas (ketidakmampuan) penderita. Aktivitas berenang merupakan salah satu bentuk olahraga yang bertujuan untuk mengurangi serangan asma. Terapi dan rahabilitasi ini bisa dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak. Terutama penderita asma anak, renang sangat dianjurkan. Gerakan berirama teratur membantu pola pernapasannya lebih stabil. Berenang selama 3-5 kali seminggu memiliki manfaat sangat tinggi yang dapat membantu mengurangi terjadinya serangan asma.
Dalam rangka mendapatkan keberhasilan program terapi dan rehabilitasi air untuk penderita asma, perlu ditentukan sarana prasarana terutama kedalam kolam renang. Ada beberapa kedalaman kolam air yang diprogramkan yakni 90, 120, dan 180 cm. Penderita asma yang baru pertama kali berlatih, dapat berjalan ditepi di kolam dengan kedalaman 90 cm. Kolam dengan kedalaman 120 cm dan 180 cm ditujukan untuk penderita yang ingin melatih sendi dan otot-otot menggunakan alat bantu tambahan, seperti dumbel ataupun bola. Untuk mendapatkan hasil signifikan, program latihan dapat dilakukan terapi selama 6-8 minggu, dengan durasi dua kali seminggu, sekali terapi waktunya 1 jam.
Gerakan berenang juga akan lebih efektif dan aman jika dilakukan secara perlahan. Awali dengan berenang santai selama 5-10 menit. Setelah itu boleh diulangi dengan jangka waktu yang lebih panjang. Frekuensi pun sebaiknya diatur, sekitar 1-2 kali seminggu. Baru, setelah tubuh dirasakan bisa beradaptasi, dapat meningkatkan intensitas dan frekuensinya sesuai dengan kemampuan. Berenang terbilang minim risiko cedera fisik. Hal ini terjadi karena pada saat berenang seluruh berat badan ditahan oleh air (mengapung). Wajar saja jika berenang kemudian menjadi olahraga yang paling dianjurkan bagi mereka yang kelebihan berat badan (obesitas) dan penderita gangguan persendian tulang atau arthritis.
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat dsimpulkan bahwa Asma adalah suatu keadaan di mana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Terapi dan rehabilitasi paru dengan kegiatan olahraga merupakan salah satu bagian penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan latihan dan mengurangi sesak napas, meningkatkan kekuatan otot dan ketahanan otot (otot napas atau perifer). Aktivitas berenang merupakan salah satu bentuk olahraga yang bertujuan untuk mengurangi serangan asma. Terapi dan rahabilitasi ini bisa dilakukan oleh orang dewasa maupun anak-anak. Terutama penderita asma anak, renang sangat dianjurkan. Gerakan berirama pada olahraga renang yang teratur membantu pola pernapasannya lebih stabil.
E.     Olahraga Terapi dan Rehabilitasi untuk Cidera Bahu Beserta Manfaatnya
Jennifer L. Miningh (2007: 33-34) Ratesof sport injury in adults are much less than those of children. Is this because children are physically more susceptible to injury or because they play harder and take more risks. All injuries (such as factures, dislocation dang sprains) can be classified into two groups: acute and chronic. Acute sports-related injuries include sprained ankles, strained back, and factured hands. All or ehich occur shddenly during activity.
Cidera disebabkan oleh dua jenis faktor, yang pertama adalah faktor instrinsik dan yang kedua adalah faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang unsur-unsurnya sudah ada dalam diri atlet tersebut. Hal ini meliputi kelemahan jaringan, infleksibilitas atau kelebihan beban, kesalahan biomekanik, kurangnya pengkondisian, juga meliputi ukuran tubuh keseluruhan, kemampuan bekerja dan gaya bermain. Faktor ekstrinsik meliputi perlengkapan yang salah, kekuatan-kekuatan yang dikendalikan dari luar seperti atlet-atlet lain atau permukaan bermain dan kurang latihan. Cidera akut biasanya terjadi akibat kelebihan beban jaringan secara tiba-tiba dan keggalan pergelangan. Cidera kronik paling sering terjadi karena kesalahan biomekanik dan kesalahan pelatihan. Cidera kronik dapat tersembunyi dan berjalan lambat atau dapat terjadi setelah perjalanan eksaserbasi akut yang meningkat dan menurun.
Jennifer L. Miningh (2007: 37) the anatomy and physiology of the shoulder gife rise to potential sport-related injuries. The joint of the shoulder relies on the ligaments and muscles to stabilize it because it does not have the ball-in-socket anatomy like the hip. Therefore, the shoulder is the least stable joint. It has the most mobility and is difficult to assess clinically.
Meskipun cidera dalam olahraga sering terjadi pada organ tubuh bagian bawah, namun organ tubuh bagian atas juga dapat mengalami cidera yang sama, baik cidera akut maupun kronis. Cidera pada organ bagian atas yang sering adalah terjadi pada bagian bahu, biasanya karena melakukan garakan-gerakan melempar seperti pada olahraga baseball, sepakbola maupun olahraga raket. Organ bahu merupakan persendian yang kompleks. Terdiri dari bulatan yang lebih dikenal dengan nama humeral head, dan sebuah rongga yang sangat dangkal dikenal dengan nama glenoid.
Bahu merupakan persendian berbentuk bundar dan berongga, di mana tulang lengan (humerus) memiliki permukaan ujung dengan bentuk bulat yang cocok sekali dengan bentuk sekapulanya. Terdapat kumpulan otot yang menutupi bagian atas bahu dan membantu untuk menyeimbangkannya. Kumpulan otot ini sering disebut rotator cuff. Apabila lengan digerakkan kesamping, rotator cuff dibutuhkan sekali untuk melindungi lapisan bundar agar tetap berada dalam rongganya. Pada saat melakukan gerakan yang menyebabkan lengan bergeser otot-otot pada bursa dan rotator cuff akan tertekan diantara ujung humerus dan acromiona scapula. Bursa merupakan struktur pertama yang mengalami radang ketika terjadi cidera bahu, yang kemudian diikuti dengan tendensis dahn terakhir akan diikuti oleh perobekan rotator cuff.
Jennifer L. Miningh (2007: 37) rotator cuff injuries are the most common injury shoulder injury. The rotator chuff is a group of small muscles that act as the streering mechanism for the shoulder. Gejala-gejala tendinitis rotator cuff banyak terjadi pada saat mengangkat tangan, terasa sakit pada bagian luar bahu dan kadang sampai bada bagian lengan namun tidak sampai terasa pada siku. Rasa sakit akan semakin parah bila menjelang tidur pada malam hari dan bisa semakin buruk pada saat tangn terangkat lebih tinggi dari mata. Gejala-gejala fisik ini merupakan pembengkakan ringan pada bagian depan bahu dan terasa sakit saat lengan digerakkan pada jangkauan gerakan. Jika digerakkan dilakukan dari level dada sampai di atas kepala. Apabila kondisi ini berlangsung dalam waktu yang lama, bahu akan semakin melemah dan garakannya terbatas, bahkan mungkin sampai tidak dapat digerakkan sama sekali.
Terapi dan rehabilitasi yang umum dilakukan ketika terjadi cidera bahu adalah, dengan istirahatkan bahu selama beberapa hari agar peradangan yang terjadi agak berkurang. Melakukan latihan terapi dan rehabilitasi olahraga berfungsi untuk menguatkan tendon dan otot-otot ini. terapi dan rehabilitasi olahraga juga dapat diiringi dengan pengomsumsian obat anti radang seperti aspirin, ibuporefin ataupun obat-obatan resep dokter lainnya. Pada beberapa keadaan tertentu, apabila cara-cara yang telah disebutkan di atas tidak efektif, dibutuhkan suntikan steroid naun masih dipertimbangkan pula karana steroid akan melemahkan rotator cuff, kemudian jalan terakhir adalah melakukan operasi.
Apabila terjadi cidera yang sangat berat hingga tendo rotator cuff putus, harus segera dilakukan operasi yang dilanjutkan dengan terapi dan rehabilitasi olahraga secara tepat. Jika terjadi cidera seberat ini penderita cidera harus senantiasa memperhatikan setiap rasa sakit yang berhubungan dengan rotator cuff tersebut dan segera mengunjungi dokter apabila rasa sakit tersebut tidak kunjung hilang setelah dilakukan perawatan seperti di atas.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tendon rotator cuff terletak pada posisi yang sangat riskan. Gerakan-gerakan bahu dan lengan dapat mengakibatkan keausan dan robek. terapi dan rehabilitasi olahraga yang dilakukan bisa sangat sederhana, namun apabila rasa sakit tetap saja berlanjut atau mungkin menjadi lebih parah, mungkin dapat dilakukan operasi. Terapi dan rehabilitasi olahraga yang paling baik adalah melakukan pencegahan, yaitu melakukan latihan peregangan dan penguatan. Ketika terjadi cidera seseorang harus memperhatikan rasa sakit pada bahunya, karena hal ini dapat juga menjadi masalah yang mebahayakan bagi orang itu sendiri. Dalam rangka pencegahan terhadap cidera bahu, diperlukan program latihan peregangan pada otot-otot yang kencang, sedangkan pada otot-otot yang telah memperoleh stimulasi yang cukup selama melakukan aktivitas di atasi dengan melakukan latihan penguatan.
F.     Olahraga Terapi dan Rehabilitasi untuk Cidera Hamstring Beserta Manfaatnya
James Stoppani (2006: 335) hamstring is a group muscle include biceps femoris, semitendonesis and semimembranousis. Otot-otot hamstring merupakan struktur yang sering kali mengalami cedera. Gangguan tersebut dapat berupa robekan atau regangan otot. Cedera hamstring paling sering terjadi dalam olah raga seperti lari, sepakbola, basket, dll. Hamstring merupakan kelompok otot yang terdiri dari 3 otot, yaitu :
a.       Muscle Semimembranosus
Terletak paling medial diantara ketiga otot hamstring dengan origo berupa tuberositas ishii dan insertion berupa bagian posterior pada condyles medialis tibia. Fungsi dari muscle semimembranosus adalah untuk: ekstensi hip, fleksi knee dan internal rotasi hip pada saat fleksi knee.
b.      Muscle Semitendinosus
Terletak diantara semimembranosus dan biceps femoris dengan origo berupa tuberositas ishii dan insertion berupa permukaan atas bagian medial pada tibia. fungsi muscle semitendinosus adalah untuk: ekstensi hip, fleksi knee dan internal rotasi hip pada saat fleksi knee
c.       Muscle Biceps Femuris
Merupakan salah satu dari ketiga otot hamstrings, terletak paling lateral dengan origo berupa tuberositas ishii, setengah distal linea aspera tulang femur dan bagian lateral  supra condyles serta insertion berupa condylus lateral tibia dan colum femur.  Muscle biceps femuralis memiliki fungsi untuk ekstensi hip, fleksi knee dan lateral rotasi hip pada saat fleksi knee.
Paul M. Taylor (2002: 170) Cidera hamstring yang dialami sprinter disebabkan otot hamstring berkontraksi melawan otot quadriceps yang juga sedang melakukan kontraksi. Kontraksi yang saling berlawanan tersebut menimbulkan tekanan pada otot hamstring secara tiba-tiba, yang berakibat terjadinya robekan pada otot hamstring. Dalam dunia medis, cedera hamstring dikategorikan dalam 3 kelas yaitu:
a.       Kategori 1: Hamstring tidak sobek atau putus. Hanya sedikit tegang. Sakit sedikit tetapi tidak mengurangi kekuatan otot paha. Panjang dari otot tetap sama.
b.      Kategori 2: Cedera otot yang cukup sakit, mengurangi kekuatan otot paha ada otot yang sobek di hamstring fiber. Hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Biasanya otot yang sobek ini ditemukan di antara sambungan otot dan tulang.
c.       Kategori 3: Otot hamstring putus
Terapi dan rehabilitasi olahraga terhadap cidera hamstring sangatlah sulit dilakukan, sehingga hal yang paling baik untuk dilakukan adalah melakukan pencegahan dengan latihan peregangan otot hamstring sebelum melakukan aktivitas fisik. Otot hamstring sangat rentan sekali mengalami cidera karena otot ini senantiasa mengalami kontraksi memanjang dan memendek selama individu melakukan aktivitas sehari-hari. Sebagian besar aktivitas manusia adalah duduk pada kursi dan tempat lainnya, pada saat duduk itulah sejatinya otot hamstring dalam keadaan berkontraksi. Dalam rangka mengurangi beban yang dialami otot hamstring saat duduk dapat dilakukan dengan menaikkan kemiringan pinggul sambil melengkungkan bahu.
Gejala dan tanda-tanda yang sering muncul ketika seseorang mengalami cidera hamstring adalah: Rasa sakit, rasa panas atau hangat, kulit berwarna merah di daerah otot hamstring dan di bagian paha atas. Rasa sakit yang menjadi semakin kuat setelah melakukan olahraga atau aktivitas. Otot keram di bagian belakang paha, tepatnya di daerah hamstring. Sakit atau merasa tidak mampu saat berlari, meloncat atau menekuk lutut dengan beban. Bunyi krepitasi otot ketika urat otot atau otot disentuh. Memar di paha (tidak harus) pada 24 jam pertama setelah cedera dan Otot tidak kelihatan kekar setelah cedera apabila otot hamstring benar-benar putus.
Kemungkinan terjadinya cidera hamstring sangat tinggi jika seseorang melakukan Olahraga yang eksplosif dimana olahraga tersebut memerlukan start yang cepat seperti sprint atau olahraga yang sering berganti kecepatan saat berolahraga. Seseorang melakukan olahraga atau aktivitas yang sering menggunakan atau memerlukan lompat. Kurangnya fitness tubuh seperti kekuatan dan fleksibilitas termasuk otot yang tidak seimbang (contoh: quadriceps dan hamstring). Tidak melakukan pemanasan sebelum latihan atau olahraga. Teknik olahraga sangat kurang. Postur tubuh yang kurang dan  Sudah pernah cedera sebelumnya.
Paul M. Taylor (2002: 170) Bagi seseorang yang menderita cidera hamstring dapat di atasi dengan program terapi dan rehabilitasi olahraga yaitu dengan melakukan peregangan, yang diikuti dengan program penguatan ringan. Pada saat melakukan terapi hamstring, perlu juga dilakukan terapi panas sebelum melakukan latihan peragangan dan terapi dingin atau kompres es setelah latihan peregangan. Jika atlet telah mendapatkan panjang otot yang optimal dan rasa sakit telah mulai menghilang, latihan penguatan dapat dilakukan dengan agak berat. Cedera hamstring jika tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan gangguan atau  keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlet cedera ini bisa berarti istirahat yang cukup lama dan mungkin harus meninggalkan sama sekali hobi dan profesinya. Oleh sebab itu dalam penaganan cedera hamstring harus dilakukan secara tim yang multidisipliner.
Andrean Widiansyah (2012: 1) menyatakan bahwa cara yang paling tepat untuk menguatkan otot hamstring adalah melakukan olahraga bersepeda, namun atlet sepeda yang aktif mengikuti kompetisi merupakan pengecualian dalam hal ini. Penguatan hamstring yang cidera dengan bersepeda karena kebanyakan orang biasa dan atlet dari cabang lain, memiliki struktur otot quadriceps yang lebih kuat daripada otot hamstring. Meggunakan pelindung paha juga merupakan hal yang cukup baik ketika seseorang melakukan terapi dan rehabilitasi cidera hamstring, hal ini akan membantu mereka mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan, sehingga secara bertahap cidera yang dialami akan berangsur-angsur sembuh diiringi dengan bertambah kuatnya otot hamstring dan siap digunakan untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada intinya, cidera hamstring merupakan salah satu jenis cidera yang sering terjadi dalam dunia olahraga dan sangat menganggu dalam seseorang melakukan kegiatan olahraga. Cidera hamstring sering dialami oleh atlet amatir maupun atlet professional. Cidera hamstring paling baik di atasi denga melakukan terapi dan rehabilitasi olahraga ringan, yaitu dengan melakukan latihan peregangan, melakukan latihan penguatan ringan dan apabila dilakukan dengan benar dan tepat dapat dilanjutkan dengan melakukan latihan penguatan agak berat untuk memelihara dan mengembalikan ukuran otot hamstring ke ukuran yang normal atausebelum terjadi cidera. Pengaruh latihan olahraga terhadap otot adalah olahraga akan menambah kekuatan, kelentukan, dan dayatahan otot. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya besarnya serabut otot dan meningkatnya sistim penyediaan energi di otot. Perubahan otot ini akan mendukung kelincahan gerak dan kecepatan reaksi, sehingga kedepan dalam banyak hal cidera dapat lebih dihindari.













BAB III
KESIMPULAN

Olahraga adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik mengandung sifat permainan serta berisi perjuangan dengan diri sendiri dengan orang lain, atau konfrontasi dengan unsur alam yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesenangan. Olahraga terapi merupakan salah saju jenis olahraga yang digunakan untuk mengelola penyakit dan komplikasi. Hal ini berdasar kepada kenyataan bahwa fungsi organ akan menurun apabila tidak digunakan dan akan meningkat apabila digunakan. Olahraga rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang bersifat terapi.
Olahraga memiliki peranan yang sangat penting dalam suksesnya terapi dan cepatnya rehabilitasi. Secara garis besar, tujuan terapi dan rehabilitasi yang dapat dilakukan dengan berolahraga, dibagi menjadi dua, yaitu terapi dan rehabilitasi untuk penyakit dan terapi dan rehabilitasi untuk cidera. Setiap jenis penyakit dan cidera yang dialami seseorang dilakukan terapi dan rehabilitasi dalam bentuk aktivitas fisik atau kegiatan olahraga yang berbeda-beda, baik jenis gerakan, frekuensi gerakan, intensitas gerakan dan beban gerakan disesuaikan dengan jenis penyakit dan cidera yang dialami.
Penyakit jantung sangat identik dengan penyakit yang membunuh, penyakit jantung adalah penyakit yang mengganggu system pembuluh darah atau yang lebih tepatnya menyerang jantung atau urat-urat darah konsep terapi dan rehabilitasi olahraga diberikan kepada penderita pasca serangan jantung terjadi. Asma merupakan salah satu masalah kesehatan yang bisa menyebabkan disabilitas (ketidakmampuan) penderita. Aktivitas berenang merupakan salah satu bentuk olahraga yang bertujuan untuk mengurangi serangan asma
Bagi penderita cidera bahu, latihan terapi dan rehabilitasi olahraga berfungsi untuk menguatkan tendon dan otot-otot yang mengalami cidera. Dalam rangka mempercepat penyembuhan terapi dan rehabilitasi olahraga juga dapat diiringi dengan pengomsumsian obat anti radang seperti aspirin, ibuporefin ataupun obat-obatan resep dokter lainnya. Terapi dan rehabilitasi cidera hamstring dapat dilakukan dengan aktivitas peregangan yang dilanjutkan dengan olahraga bersepeda untuk meningkatkan kekuatan otot yang mengalami cidera dan mengembalikan otot tersebut ke bentuk semula.


DAFTAR PUSTAKA



Andrean Widiansyah. (2012). Latihan kekuatan untuk lari sprint. Diakses dari:   http://kepe latihan2.blogspot.com/2012/06/latihan-kekuatan-untuk-lari-sprint.html. Waktu akses: Selasa, 2 Januari 2013, Pukul 08.30 WIB.

Ermawan Susanto. (2011). Olahraga renang sebagai hidrotherapy dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan. Jurnal. Yogyakarta: FIK Universitas Negeri Yogyakarta.

Farida Mulyaningsih. (2008). Penderita jantung menjadi bugar melalui olahraga. Jurnal. Yogyakarta: FIK Universitas Negeri Yogyakarta.

Giriwijoyo dan Ali. (2005). Ilmu faal olahraga. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Haag, H. (1994). Theoretical foundation of sport science as a scientific discipline: contribution to a philosophy (meta-theory) of sport science. Schourdorf: Verlaag Karl Hoffmann.

Hertin Setyowati. (2004). Terapi alternatif. Jakarta: Yayasan Spirita.

Houglum, Peggy. (2005). Therapeutic exercise for musculoskeletal injuries. Lower Mitcham: Human Kinetics.

Made Pramono. (2006). Dasar-dasar filosofis ilmu olahraga. Jurnal. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

Rusli Luthan dan Sumardianto. (2000). Filsafat olahraga. Jakarta: Depdiknas.

Sigit Nugroho. (2011). Terapi pernapasan pada penderita asma. Jurnal. Yogyakarta: FIK Universitas Negeri Yogyakarta.

Sri Astuti Suparmanto. (1994). Pelayanan medic. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Stoppani, James. (2006). Encyclopedia of muscle & strength. Lower Mitcham: Human Kinetics.

Sunaryo. (1995). Dasar-dasar rehabilitasi dan pekerjaan sosial. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTG.

Taylor, Paul M. & Taylor, Diane K. (2002) Mencegah dan mengatasi cidera olahraga. Diterjemahkan oleh: Jamal khabib. Jakarta: PT Raja grafindo Persada.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger