TEORI
BELAJAR GUTHRIE
BAB
I
PENDAHULUAN
Teori
belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena
itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2)
Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah
Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya dari Edwin Ray Guthrie
aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada
waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon
untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan
terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain
yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru
agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan
antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat
mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan
apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Edwin Ray Guthrie
Guthrie lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dia
adalah professor psikologi di university of Washington dari 1914 dan pensiun
pada 1956. Karya dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang
dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952. Gaya Tulisanya mudah diikuti,
penuh humor, dan banyak menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh
ide-idenya. Tidak ada istilah teknis atau persamaan matematika, dan dia sangat
yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan dengan cara
yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia sangat menekankan pada aplikasi
praktis dari gagasanya dan dalam hal ini mirip dengan Thorndike dan Skinner.
Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun jelas dia punya pandangan dan
orientasi dan eksperimental. Bersama dengan Horton, dia hanya melakukan satu
percobaan yang terkait dengan teori belajarnya, dan kita aakan mendiskusikan
percobaan ini. Tetapi dia jelas seorang Behavioris. Dia bahkan menggangap
teoritisi seperti Thorndine, Skinner,Hull,Pavlov dan Watson masih sangat subyektif
dan dengan menerapkan hukum Parsimoni secara hati-hati akan dimungkinkan untuk
menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan satu prinsip. Seperti
yang akan kita diskusikan di bawah satu prinsip ini adalah: Hukum asosiasi
aristoteles karena alasan inilah kami menepatkan teori behavioristik Guthrie
dalam paradigma asosiasionistik.
B. Konsep Teoritis Utama
1. Pandangan Guthrie Tentang Hukum Belajar
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah
hukum kontiguitas (law of contiguity). Maksudnya adalah : “ kombinasi stimuli
yang mengiringi gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika
kejadiaannya berulang”. Jadi, jika pada situasi tertentu kita melakukan
sesuatu, maka pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung melakukan
hal yang sama juga.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena
menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan
berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang
memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan
hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur
itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie
sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, “apa- apa yang dilihat akan
menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat
berbagai macam stimuli yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu
dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu.
Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli
yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan
dengan respons.
2. Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum
kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita
menganggap asosiasi yang dipelajari sebagai hanya asosiasi antara stimuli
lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan
responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit
untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut
dengan mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimuli yang
dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya,
ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat
telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah
tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli
dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
3. Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan
antara act (tindakan) dengan movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot;
tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan
dalam kondisi apa- apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan
dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik
surat, makan pagi, dll.
Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik
latihan. Belajar bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan
praktik sebab ia mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan
petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket
membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek itu.
Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan
tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu
masih dapat dilakukan.
4. Sifat Penguatan
Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie?
Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu
respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya
respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut
Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap
dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang
menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam
kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah
menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari
kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan,
menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu
sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak.
Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan
kotak tersebut.
5. Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie & Horton (19460 secara cermat mengamati
sekitar 800an tindak melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh
kucing. Observasi ini dilaporkan dalam buku berjudul Cats in a Puzzle Box.
Kotak yang digunakan sama dengan kotak yang dipakai Thorndike dalam
percobaanya. Guthrie & Horton menggunakan banyak kucing sebagai subjek
percobaan, tetapi mereka melihat setiap kucing belajar keluar dari kotak dengan
cara sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Respon khusus yang dipelajari oleh
hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia keluar kotak.
Karena respon cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu
yang lain, maka ini dinamakan perilaku stereotip.
Observasi ini memperkuat pendapat Guthrie bahwa
penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah berhentinya proses belajar.
Guthrie menyimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respon yang
diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan oleh sebab
itu mempertahankan respon di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.
6. Lupa
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya
respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan
respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan
respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru.
Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem,
yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya
sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B
lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak
belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan
bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua.
Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari
apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim
ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka
proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan
oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.
C. Cara Memutuskan Kebiasaan
Kebiasaan adalah respon yang diasosiasikan dengan
sejumlah besar stimulus. Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respon,
semakin kuat kebiasaan. Untuk memutus kebiasaan aturannya selalu sama, yaitu
cari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk
itu muncul. Berikut ini metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
· Metode
Ambang: dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak menimbulkan respon dan
kemudian pelan-pelan menaikkan intensitas stimulus itu, tetapi selalu
berhati-hati agar ia tetap berada di bawah “ambang batas” respon. Contoh
memasang pelana kuda: mulai dengan selimut yang ringan, kemudian yang lebih
berat, baru kemudian pelana kuda.
· Metode
Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai respon yang
diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh penjinakan dimana pelana
dilempar ke punggung kuda kemudian penunggangnya menaikinya dan berusaha
mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah.
· Metode
Respon yang Tidak Sesuai: stimuli untuk respon yang tidak diinginkan disajikan
bersama stimuli lain yang menghasilkan respon yang tidak sesuai dengan respon
yang tidak diinginkan tersebut. Contoh seorang anak mendapat hadiah boneka
panda namun reaksi pertamanya takut dan menghindar. Sebaliknya ibu si anak
memberikan rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan
metode respon yang tak kompatibel anda akan memasangkan ibu dan boneka panda
diharapakkan ibu akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus
dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi.
Setelah reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu dapat
dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
1. Membelokkan Kebiasaan
Ada perbedaan antara memutus kebiasaan dengan
membelokkan kebiasaan. Membelokkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari
petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan
sejumlah besar pola perilaku tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal
terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan situasi itu. Guthrie
menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang memberi anda kesegaran
baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan lingkungan baru itu. Pergi
kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa mengembangkan pola perilaku
yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial karena banyak stimuli yang menyebabkan
perilaku yang tak diinginkan adalah stimuli internal anda, dan anda karenanya
akan membawa stimuli itu ke lingkungan yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan
baru yang identik atau mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung
menimbulkan respon yang sebelumnya di kaitkan dengannya.
2. Hukuman
Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman)
ditentukan oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang
dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh
individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons
stimuli tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap
stimuli yang sama.
Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak
diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan
perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh
hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, anda punya seekor
anjing yang suka mengejar-ngejar mobil dan anda ingin menghentikan
kebiasaannya. Gutrie menyarankan, anda mengendarai mobil dan biarkan anjing
mengejarnya. Saat anjing berlari disisi mobil pelankan kendaraan anda dan
tamparlah moncong si anjing. Maka anjing akan melompat kebelakang. Tapi kalau
anda menampar pantatnya maka anjing itu akan berlari lebih kencang kedepan.
Contoh lain seorang gadis berumur 10 tahun yang melemparkan topi dan jaketnya
ke lantai setiap kali dia pulang ke rumah. Setiap kali melakukannya si ibu akan
mengomelinya dan menyuruhnya menggantungkan baju dan jaket ke tempat gantungan.
Tetapi kelakuannya terus berlanjut sampai seorang ibu menduga bahwa anaknya
menunggu dahulu omelanya (yakni omelannya menjadi petunjuk) untuk
menggantungkan baju dan jaketnya. Setelah menyadari ini, setiap kali si anak melempar
baju dan jaketnya ke lantai ibu menyuruh si anak mengambilnya lagi dan
menyuruhnya keluar rumah. Nah, setelah dia masuk kembali si ibu
memerintahkannya segera menggatungkan baju dan jaketnya begiru dia masuk rumah.
3. Dorongan
Drives
(dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie disebut maintaining
stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif
sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang
terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining
stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah,
dan karenanya mempertahankan respon terhadap makanan. Tetapi perlu ditekankan
bahwa dorongan fisiologi ini hanya salah satu dari sumber stimuli yang
mempertahankan. Setiap sumber stimuli yang terus berlangsung baik itu eksternal
atau internal, menghasilkan stimuli yang mempertahankan.
Disini Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan
menggunakan alkohol dan narkoba dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan
ketegangan atau gelisah. Dalam kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang
menjadi maintaining stimuli. Karenanya, ketika di lain waktu orang
merasa tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap
dorongan untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai
situasi dan berubah menjadi kecanduan.
4. Niat
Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli
dinamakan intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining
stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu
(sampai dorongan berkurang).
Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di
dalam kantor, dia akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan
siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, dsb.
Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak
purposive atau intensional (diniatkan).
5. Transfer Training
Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu berharap.
Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan
stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa
universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda
harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana
anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan
pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku
yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti,selain itu, kita harus
melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita
diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau
tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hukum
kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan,
keduanya akan dipelajari.
D. Formalisasi Teori Guthrie Oleh Voeks
Dalam pernytaan ulang Voeks atas teori Guthrie ada 4
postulat dasar, 8 definisi dan 8 teorema. Postulat itu berusaha meringkaskan
banyak prinsip belajar umum dari Guthrie, sedang definisinya berusaha
menjelaskan beberapa konsep Guthriean (seperti stimulus, petunjukn, respon dan
belajar), teoremanya adalah deduksi dari postulat dan definisi yang dapat di
uji secara eksperimental. Voeks menguji sejumlah deduksi dan menemukan sejumlah
bukti yang mendukung teorti Guthrie. Sebagaian besar formalisasi Voeks atas
teori Guthrie dan riset yang dihasilkannya, terlalu komplek untuk dipaparkan
disini. Tetapi 4 postulat Voeks sudah cukup meringkaskan dan menjadi contoh
dari formalisasi dari teori Guthrie yng dilakukannya.
Postulat I:Prinsiple of association,(a)
setiap pola stimulus yang pernah mengirimi satu respon, dan atau muncul lebih
awal setelah detik atau kurang, akan menjadi petunjuk langsung yang kuat untuk
respon itu. (b) ini adalah salah satunya cara di mana pola stimulus yang bukan
petunjuk untuk respon tertentu menjadi petunjuk langsung untuk respon itu (
Voeks, 1950, h. 342) .
Postulat II : Prinsiple of Postremity,
(a) suatu stimulus yang mengiringi atau mendahului dua atau lebih respon yang
tidak kompatibel adalah stimulus yang dikondisikan hanya untuk respon terakhir
yang diberi saat stimulus itu masih ada.(b) ini adalah satu-satunya cara dimana
stimulus yang merupakan petunjuk untuk respon tertentu kini tidak lagi menjadi
petunjuk bagi respon itu ( Voeks, 1950, h. 344).
Postulat III : Prinsiple of Response Probability
: Probabilitas dari kejadian respon tertentu pada waktu tertentu merupakan
suatu fungsi dari proporsi kehadiran stimuli yang adalah petunjuk bagi respon
pada waktu itu. (Voeks, 1950, h.348).
Postulah IV :Prinsiple of Dynamic Situations.
Pola stimulus dari suatu situasi tidaklah statis tetapi dimodifikasi dari waktu
kewaktu karena ada perubahan dari respon yang diberikan subjek, akumulasi
kelelahan, perubahan reaksi dan proses internal lainnya didalam subjek, serta
karena kadirnya variasi terkontrol dan tak terkontrol dalam stimuli yang ada
saat itu ( Voeks ,1950, h. 350).
Pembaca tidak boleh menyimpulkan bahwa teori belajar
Guthrie hanya menarik secara historis. Seperti yang akan kita diskusikan nanti,
saat kita membahas Villiam K.Estes, salah satu trend dalam teori belajar modern
adalah mengarang kepenggunaan model matematika dalam menjelaskan proses
belajar. Teori belajar Guthrie adalah teori yang member basis untuk model
matematika untuk teori belajar awal dan masih tetap berada di jantung dari
sebagaian besar teori belajar modern.
E. Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses
pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang
harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan
memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan
diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli
tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia
menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang
diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar
ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan
tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena
memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di
dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat
merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan
teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa
saran bagi guru :
1. Guru harus dapat mengarahkan
performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain,
apakah stimuli yang ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa
melakukan belajar.
2. Oleh karena itu, jika siswa
mencatat atau membaca buku secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak
informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimuli yang dapat digunakan
sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran.
3. Dalam mengelola kelas, guru
dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara langsung akan
menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan kelas. Misalnya
permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan
menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi munculnya perilaku distruptif.
F. Evaluasi Teori Guthrie
1. Kontribusi
Guthrie adalah unik dalam penegasannya bahwa belajar
berasal dari kontinguitas antara stimuli dan respon dan kontiguitas saja.
Bahkan pengulas teori belajar awal (Mueller & Schoenfeld,1954) menunjukkan
pendekatan kontinguitas Guthrie yang sederhana dapat menjelaskan semua fenomena
dasar yang di analisis oleh Skinner atau Hull. Teori Guthrie amat menarik
banyak ilmuwan karena teorinya dapat menyelaskan proses belajar, penyelapan dan
generelisasi, dengan analisis sederhana sedangkan teori lain menjelaskan
hal-hal tersebut dengan cara yang lebih rumit. Selain itu perluasan teori ini
keaplikasi praktis bersifat langsung dan dijelaskan oleh Guthrie dengan cara yang
menyenangkan dan penuh contoh bukan dengan rumusan-rumusan terapi yang kering.
Meskipun Teori Guthrie tidak memunculkan banyak
riset dan kontroversi sebagaimana teori skinner dan Hull, namun teorinya
menyediakan penjelasan alternatif yang penting mengenai belajar. Selain itu
teorinya berfungsi sebagai pengingat bahwa suatu teori tidak harus sangan ruwet
untuk menjelaskan perilaku yang kompleks. Seperti kita lihat pada Bab
selajutnya William K Estes mampu menyunsun teori yang berbeda yang berpengaruh hingga
1990an dengan menggunakan unsur-unsur dasar pandangan Guthrie.
2. Kritik
Ada daya tarik substansial didalam pandangan yang
dapat menjelaskan belajar penghindaran, belajar imbalan, penyelapan dan lupa
dengan prinsip yang sama. Tetapi, kemudahan penjelasan inilah yang menyebabkan
para ilmuwan merasa tidak nyaman terhadap pandangan Guthrie. Berdasarkan
pendapat Popper yang prihatin dengan teori-teori yang tampaknya dapat
menjelaskan segala sesuatu, kita mencatat bahwa ada situasi dimana ada situasi
dimana pendapat Guthrie menjadi ambigu dan terlalu pengampangkan penjelasan
terlalu banyak fenomena (Mueller & Schoenfeld,1954).
Mueller & Schoenfeld,(1954) juga menunjukkan
bahwa meskipun Guthrie mengkritik metodelogi ekperimental yang buruk dan bahasa
yang ambigu didalam teori lain, namun dia tidak menetapkan standar ini ke dalam
teorinya sendiri. Eksperimen (Guthrie & Horrton) yang disajikan dalam bukti
teori, adalah contoh yang dikritik Mueller & Schoenfeld. Moore &
Stuttard (1979) menunjukkan bahwa, seperti keluarga kucing lainnya termasuk
kucing peliharaan, kucing dalam eksperimen Guthie dan horrton melakukan
perilaku mengosok dan mengendus yang bersifat naluriah dan biasanya dilakukan
saat kucing menyambut kucing lain yang dikenalinya atau manusia yang
dikenalinya mereka mengamati bahwa kucing menunjukkan perilaku stereotip yang
konsisten seperti yang dilaporkan oleh Horton dan Guthrie (1946) bahkan ketika
tindakan mengosok-gosokan badanya ketuas tidak menghasilkan penguatan dan
perubahan dalam kondisi stimuli apapun.
G. KAITAN TEORI GUTHRIE DENGAN PENDIDIKAN
JASMANI DAN OLAHRAGA
Pokok
teori belajar dari Guthrie adalah adanya hubungan antara stimulus dan respon
yang dilakukan berulang-ulang. Implikasi dan aplikasinya dalam bidang olahraga,
khususnya pendidikan jasmani sangat erat kaitannya. Hal ini dikarenakan dalam
pendidikan jasmani sasarannya adalah belajar gerak (motor learning).
Setiap gerakan agar dapat dikuasai dengan baik harus dilakukan secara
berulang-ulang dan terus menerus.
Selain itu
peran guru/pelatih yang berfungsi mengontrol dan mengarahkan proses belajar
gerak tersebut. Karena jika terjadi kesalahan akan lebih mudah dan cepat dalam
memperbaikinya. Salah satu proses belajar juga ada tindakan peniruan/imitasi,
sehingga diharapkan seorang guru/pelatih dapat memberikan contoh gerakan/teknik
yang benar sebagai stimulus dan siswa/atlet menirukan contoh gerakan/teknik
tersebut dengan benar sebagai respon
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah
hukum kontiguitas (law of contiguity). Gutrie menganggap, penguatan mengubah
kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning.
Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman
menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum.
Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan
perilaku yang dihukum. Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses
pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang
harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan
memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan
diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli
tertentu.
TEORI BELAJAR GUTHRIE
BAB I
PENDAHULUAN
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena
itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik,
meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary
Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5)
Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,
Watson,
Clark Hull,
Edwin Guthrie,
dan Skinner.
Berikut akan dibahas karya dari Edwin Ray Guthrie aliran behavioristik dan
analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
Saran
utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan
oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Edwin Ray Guthrie
Guthrie
lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dia adalah professor psikologi di
university of Washington dari 1914 dan pensiun pada 1956. Karya dasarnya adalah
The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi
pada 1952. Gaya Tulisanya mudah diikuti, penuh humor, dan banyak menggunakan
banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya. Tidak ada istilah teknis atau
persamaan matematika, dan dia sangat yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa
saja harus dikemukakan dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia
sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasanya dan dalam hal ini mirip
dengan Thorndike dan Skinner. Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun jelas
dia punya pandangan dan orientasi dan eksperimental. Bersama dengan Horton, dia
hanya melakukan satu percobaan yang terkait dengan teori belajarnya, dan kita
aakan mendiskusikan percobaan ini. Tetapi dia jelas seorang Behavioris. Dia
bahkan menggangap teoritisi seperti Thorndine, Skinner,Hull,Pavlov dan Watson
masih sangat subyektif dan dengan menerapkan hukum Parsimoni secara hati-hati
akan dimungkinkan untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan
satu prinsip. Seperti yang akan kita diskusikan di bawah satu prinsip ini
adalah: Hukum asosiasi aristoteles karena alasan inilah kami menepatkan teori
behavioristik Guthrie dalam paradigma asosiasionistik.
B.
Konsep Teoritis Utama
1.
Pandangan Guthrie Tentang Hukum Belajar
Hukum
belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of
contiguity). Maksudnya adalah : “ kombinasi stimuli yang mengiringi gerakan
akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiaannya berulang”. Jadi, jika
pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan
situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga.
Hukum
tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh
Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa,
jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat.
Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model
kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie
berlebihan.
Pada
publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum
kontiguitasnya menjadi, “apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap
apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimuli yang
dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin
membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme hanya akan memproses
secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan
selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons.
2.
Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun
Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya,
dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari
sebagai hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata.
Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu
interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian
yang bersamaan.
Guthrie
selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product
stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh
gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan
berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara
deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap
bergerak karena ada stimuli dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
3.
Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan antara act (tindakan) dengan
movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari
berbagai macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan dalam kondisi apa- apa
yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan.
Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi,
dll.
Adapun
untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang
berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan
yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie,
tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda
sesuai jarak dan arah posisi subjek itu. Untuk itulah diperlukan sebuah latihan,
karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak,
dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan.
4.
Sifat Penguatan
Apa
yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie
menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan
yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie
menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance
(penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan
hukum belajaranya.
Gutrie
menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya
mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang
dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas
atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan
seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat
mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing
itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu,
tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
5.
Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie
& Horton (19460 secara cermat mengamati sekitar 800an tindak melepaskan
diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing. Observasi ini dilaporkan
dalam buku berjudul Cats in a Puzzle Box. Kotak yang digunakan sama
dengan kotak yang dipakai Thorndike dalam percobaanya. Guthrie & Horton
menggunakan banyak kucing sebagai subjek percobaan, tetapi mereka melihat
setiap kucing belajar keluar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri yang
berbeda-beda. Respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon
yang dilakukan hewan sebelum ia keluar kotak. Karena respon cenderung diulang
lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ini dinamakan
perilaku stereotip.
Observasi
ini memperkuat pendapat Guthrie bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang
mencegah berhentinya proses belajar. Guthrie menyimpulkan bahwa setiap kejadian
yang diikuti dengan respon yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi
yang menstimulasi dan oleh sebab itu mempertahankan respon di dalam kondisi
yang menstimulasi sebelumnya.
6.
Lupa
Menurut
Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola
stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus
itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie,
lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive
inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar
lama diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk
menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang
belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu
orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji
pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A
lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru
(tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas
A).
Guthrie
menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap
kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang
lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi,
maka lupa tidak akan terjadi.
C.
Cara Memutuskan Kebiasaan
Kebiasaan
adalah respon yang diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus. Semakin banyak
stimuli yang menimbulkan respon, semakin kuat kebiasaan. Untuk memutus
kebiasaan aturannya selalu sama, yaitu cari petunjuk yang memicu kebiasaan
buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk itu muncul. Berikut ini
metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
·
Metode Ambang: dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak menimbulkan
respon dan kemudian pelan-pelan menaikkan intensitas stimulus itu, tetapi
selalu berhati-hati agar ia tetap berada di bawah “ambang batas” respon. Contoh
memasang pelana kuda: mulai dengan selimut yang ringan, kemudian yang lebih
berat, baru kemudian pelana kuda.
·
Metode Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai respon
yang diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh penjinakan dimana
pelana dilempar ke punggung kuda kemudian penunggangnya menaikinya dan berusaha
mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah.
·
Metode Respon yang Tidak Sesuai: stimuli untuk respon yang tidak diinginkan
disajikan bersama stimuli lain yang menghasilkan respon yang tidak sesuai
dengan respon yang tidak diinginkan tersebut. Contoh seorang anak mendapat
hadiah boneka panda namun reaksi pertamanya takut dan menghindar. Sebaliknya
ibu si anak memberikan rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan
menggunakan metode respon yang tak kompatibel anda akan memasangkan ibu dan
boneka panda diharapakkan ibu akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi
stimulus dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa
relaksasi. Setelah reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka
itu dapat dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
1.
Membelokkan Kebiasaan
Ada
perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan. Membelokkan
kebiasaan dilakukan dengan menghindari petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang
tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan sejumlah besar pola perilaku tak efektif
atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan
situasi itu. Guthrie menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang
memberi anda kesegaran baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan
lingkungan baru itu. Pergi kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa
mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial
karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah
stimuli internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimuli itu ke
lingkungan yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik atau
mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang
sebelumnya di kaitkan dengannya.
2.
Hukuman
Guthrie
mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab
tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik
bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena
hukuman mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif
jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli yang sama.
Hukuman
berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan
perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal
jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang
dihukum. Misalnya, anda punya seekor anjing yang suka mengejar-ngejar mobil dan
anda ingin menghentikan kebiasaannya. Gutrie menyarankan, anda mengendarai
mobil dan biarkan anjing mengejarnya. Saat anjing berlari disisi mobil pelankan
kendaraan anda dan tamparlah moncong si anjing. Maka anjing akan melompat kebelakang.
Tapi kalau anda menampar pantatnya maka anjing itu akan berlari lebih kencang
kedepan. Contoh lain seorang gadis berumur 10 tahun yang melemparkan topi dan
jaketnya ke lantai setiap kali dia pulang ke rumah. Setiap kali melakukannya si
ibu akan mengomelinya dan menyuruhnya menggantungkan baju dan jaket ke tempat
gantungan. Tetapi kelakuannya terus berlanjut sampai seorang ibu menduga bahwa
anaknya menunggu dahulu omelanya (yakni omelannya menjadi petunjuk) untuk
menggantungkan baju dan jaketnya. Setelah menyadari ini, setiap kali si anak
melempar baju dan jaketnya ke lantai ibu menyuruh si anak mengambilnya lagi dan
menyuruhnya keluar rumah. Nah, setelah dia masuk kembali si ibu
memerintahkannya segera menggatungkan baju dan jaketnya begiru dia masuk rumah.
3.
Dorongan
Drives
(dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie disebut maintaining
stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif
sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang
terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining
stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah,
dan karenanya mempertahankan respon terhadap makanan. Tetapi perlu ditekankan
bahwa dorongan fisiologi ini hanya salah satu dari sumber stimuli yang
mempertahankan. Setiap sumber stimuli yang terus berlangsung baik itu eksternal
atau internal, menghasilkan stimuli yang mempertahankan.
Disini
Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba
dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan atau gelisah. Dalam
kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang menjadi maintaining stimuli.
Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa tegang dan gelisah, dia akan
cenderung minum lagi. Secara bertahap dorongan untuk memakai narkoba atau
minuman keras akan muncul diberbagai situasi dan berubah menjadi kecanduan.
4.
Niat
Respons
yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions (niat).
Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli dari dorongan
biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai dorongan
berkurang).
Gambarannya,
ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya.
Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi,
mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku yang dipicu oleh maintaining
stimuli inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan).
5.
Transfer Training
Gutrhrie
dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan
menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang sama.
Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin
mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi
yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda
belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu
akan ditransfer ke kelas.
Saran
Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta
kita lakukan nanti,selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis
sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman,
wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie.
Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa
ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.
D.
Formalisasi Teori Guthrie Oleh Voeks
Dalam
pernytaan ulang Voeks atas teori Guthrie ada 4 postulat dasar, 8 definisi dan 8
teorema. Postulat itu berusaha meringkaskan banyak prinsip belajar umum dari
Guthrie, sedang definisinya berusaha menjelaskan beberapa konsep Guthriean
(seperti stimulus, petunjukn, respon dan belajar), teoremanya adalah deduksi
dari postulat dan definisi yang dapat di uji secara eksperimental. Voeks
menguji sejumlah deduksi dan menemukan sejumlah bukti yang mendukung teorti
Guthrie. Sebagaian besar formalisasi Voeks atas teori Guthrie dan riset yang
dihasilkannya, terlalu komplek untuk dipaparkan disini. Tetapi 4 postulat Voeks
sudah cukup meringkaskan dan menjadi contoh dari formalisasi dari teori Guthrie
yng dilakukannya.
Postulat
I:Prinsiple of association,(a) setiap pola stimulus yang pernah
mengirimi satu respon, dan atau muncul lebih awal setelah detik atau kurang,
akan menjadi petunjuk langsung yang kuat untuk respon itu. (b) ini adalah salah
satunya cara di mana pola stimulus yang bukan petunjuk untuk respon tertentu
menjadi petunjuk langsung untuk respon itu ( Voeks, 1950, h. 342) .
Postulat
II : Prinsiple of Postremity, (a) suatu stimulus yang mengiringi atau
mendahului dua atau lebih respon yang tidak kompatibel adalah stimulus yang
dikondisikan hanya untuk respon terakhir yang diberi saat stimulus itu masih
ada.(b) ini adalah satu-satunya cara dimana stimulus yang merupakan petunjuk
untuk respon tertentu kini tidak lagi menjadi petunjuk bagi respon itu ( Voeks,
1950, h. 344).
Postulat
III : Prinsiple of Response Probability : Probabilitas dari kejadian
respon tertentu pada waktu tertentu merupakan suatu fungsi dari proporsi
kehadiran stimuli yang adalah petunjuk bagi respon pada waktu itu. (Voeks,
1950, h.348).
Postulah
IV :Prinsiple of Dynamic Situations. Pola stimulus dari suatu situasi
tidaklah statis tetapi dimodifikasi dari waktu kewaktu karena ada perubahan
dari respon yang diberikan subjek, akumulasi kelelahan, perubahan reaksi dan
proses internal lainnya didalam subjek, serta karena kadirnya variasi
terkontrol dan tak terkontrol dalam stimuli yang ada saat itu ( Voeks ,1950, h.
350).
Pembaca
tidak boleh menyimpulkan bahwa teori belajar Guthrie hanya menarik secara
historis. Seperti yang akan kita diskusikan nanti, saat kita membahas Villiam
K.Estes, salah satu trend dalam teori belajar modern adalah mengarang
kepenggunaan model matematika dalam menjelaskan proses belajar. Teori belajar
Guthrie adalah teori yang member basis untuk model matematika untuk teori
belajar awal dan masih tetap berada di jantung dari sebagaian besar teori
belajar modern.
E.
Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan
Seperti
halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan
menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk
stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang
diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi
motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti
merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan
(praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk
menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik,
seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar
2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku.
Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli
(di dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan
rangsangan dan respons secara tepat merupakan inti dari teori belajar yang
dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar
di kelas. Guthrie memberikan beberapa saran bagi guru :
1.
Guru harus dapat mengarahkan performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari
sesuatu. Dengan kata lain, apakah stimuli yang ada dalam buku atau pelajaran
yang menyebabkan siswa melakukan belajar.
2.
Oleh karena itu, jika siswa mencatat atau membaca buku secara sederhana mereka
dapat mengingat lebih banyak informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi
stimuli yang dapat digunakan sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran.
3.
Dalam mengelola kelas, guru dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang
secara langsung akan menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan
kelas. Misalnya permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan
dalam kelas akan menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi munculnya perilaku
distruptif.
F.
Evaluasi Teori Guthrie
1.
Kontribusi
Guthrie
adalah unik dalam penegasannya bahwa belajar berasal dari kontinguitas antara
stimuli dan respon dan kontiguitas saja. Bahkan pengulas teori belajar awal
(Mueller & Schoenfeld,1954) menunjukkan pendekatan kontinguitas Guthrie
yang sederhana dapat menjelaskan semua fenomena dasar yang di analisis oleh
Skinner atau Hull. Teori Guthrie amat menarik banyak ilmuwan karena teorinya
dapat menyelaskan proses belajar, penyelapan dan generelisasi, dengan analisis
sederhana sedangkan teori lain menjelaskan hal-hal tersebut dengan cara yang
lebih rumit. Selain itu perluasan teori ini keaplikasi praktis bersifat
langsung dan dijelaskan oleh Guthrie dengan cara yang menyenangkan dan penuh
contoh bukan dengan rumusan-rumusan terapi yang kering.
Meskipun
Teori Guthrie tidak memunculkan banyak riset dan kontroversi sebagaimana teori
skinner dan Hull, namun teorinya menyediakan penjelasan alternatif yang penting
mengenai belajar. Selain itu teorinya berfungsi sebagai pengingat bahwa suatu
teori tidak harus sangan ruwet untuk menjelaskan perilaku yang kompleks.
Seperti kita lihat pada Bab selajutnya William K Estes mampu menyunsun teori
yang berbeda yang berpengaruh hingga 1990an dengan menggunakan
unsur-unsur dasar pandangan Guthrie.
2.
Kritik
Ada
daya tarik substansial didalam pandangan yang dapat menjelaskan belajar
penghindaran, belajar imbalan, penyelapan dan lupa dengan prinsip yang sama.
Tetapi, kemudahan penjelasan inilah yang menyebabkan para ilmuwan merasa tidak
nyaman terhadap pandangan Guthrie. Berdasarkan pendapat Popper yang prihatin dengan
teori-teori yang tampaknya dapat menjelaskan segala sesuatu, kita mencatat
bahwa ada situasi dimana ada situasi dimana pendapat Guthrie menjadi ambigu dan
terlalu pengampangkan penjelasan terlalu banyak fenomena (Mueller &
Schoenfeld,1954).
Mueller
& Schoenfeld,(1954) juga menunjukkan bahwa meskipun Guthrie mengkritik
metodelogi ekperimental yang buruk dan bahasa yang ambigu didalam teori lain,
namun dia tidak menetapkan standar ini ke dalam teorinya sendiri. Eksperimen
(Guthrie & Horrton) yang disajikan dalam bukti teori, adalah contoh yang
dikritik Mueller & Schoenfeld. Moore & Stuttard (1979) menunjukkan
bahwa, seperti keluarga kucing lainnya termasuk kucing peliharaan, kucing dalam
eksperimen Guthie dan horrton melakukan perilaku mengosok dan mengendus yang
bersifat naluriah dan biasanya dilakukan saat kucing menyambut kucing lain yang
dikenalinya atau manusia yang dikenalinya mereka mengamati bahwa kucing
menunjukkan perilaku stereotip yang konsisten seperti yang dilaporkan oleh
Horton dan Guthrie (1946) bahkan ketika tindakan mengosok-gosokan badanya
ketuas tidak menghasilkan penguatan dan perubahan dalam kondisi stimuli apapun.
G.
KAITAN TEORI GUTHRIE DENGAN PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
Pokok teori belajar dari Guthrie adalah adanya
hubungan antara stimulus dan respon yang dilakukan berulang-ulang. Implikasi
dan aplikasinya dalam bidang olahraga, khususnya pendidikan jasmani sangat erat
kaitannya. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan jasmani sasarannya adalah
belajar gerak (motor learning). Setiap gerakan agar dapat dikuasai
dengan baik harus dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus.
Selain itu peran guru/pelatih yang berfungsi
mengontrol dan mengarahkan proses belajar gerak tersebut. Karena jika terjadi
kesalahan akan lebih mudah dan cepat dalam memperbaikinya. Salah satu proses
belajar juga ada tindakan peniruan/imitasi, sehingga diharapkan seorang
guru/pelatih dapat memberikan contoh gerakan/teknik yang benar sebagai stimulus
dan siswa/atlet menirukan contoh gerakan/teknik tersebut dengan benar sebagai
respon
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum
belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of
contiguity). Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi,
dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Hukuman berhasil mengubah
perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak
kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang
disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Seperti halnya
Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan
tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia
menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan
bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi
dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons
dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar