BERMAIN DAN TEORI BELAJAR


BERMAIN DAN TEORI BELAJAR


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Pada usia anak-anak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi perkembangan anak. Jika pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi dalam bentuk kegiatan kerja, maka kegiatan anak sebagian besar dalam bentuk bermain sambil belajar.
Permainan adalah kesibukan yang dipilih sendiri oleh tujuan umpamanya saja, jika anak bayi berusaha menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya dengan tidak henti-hentinya meremas-remas jari-jari, dan terus menerus menggoyang-goyangkan badannya. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan demi gerakan itu sendiri, dalam iklim psikis bermain-main yang mengasyikkan dan menyenangkan hati. Kegiatan bermain bayi-bayi dan anak-anak kecil itu lebih tepat jika disebutkan sebagai usaha mencoba-coba dan melatih diri. Sekalipun kita menyangka anak itu cuma bermain-main dengan rasa acuh tak acuh saja, namun, pada hakikatnya kegiatan tadi disertai intensitas kesadaran, minat penuh, dan usaha yang keras. Gerak-gerak bermain anak itu disebabkan oleh :
1.    Kelebihan tenaga yang teradapat pada dirinya dan dikemudian hari digerakkan
2.    Dorongan belajar guna melatih semua fungsi jasmani dan rohani.
Dengan jalan bermain anak melakukan eksperimen-eksperimen tertentu dan bereksplorasi, sambil mengetes kesanggupannya. Melalui permainan anak mendapatkan macam-macam pengalaman yang menyenangkan, sambil menggiatkan usaha belajar dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Semua pengalamannya melalui kegiatan bermain-main akan memberi dasar yang kokoh kuat bagi pencapaian macam-macam keterampilan. Yang sangat diperlukan bagi pemecahan kesulitan hidup dikemudian hari.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN BERMAIN
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak.
Menurut Singer (Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Smith (Devi, 2008) menjelaskan bahwa bermain bagi anak merupakan kegiatan yang terdiri dari; meniru, eksplorasi, menguji dan membangun. Berdasarkan pengertian ini manfaat bermain bagi anak adalah sebagai sarana untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku mereka; penyaluran keinginan dan kebutuhan yang tidak dapat mereka miliki. Menurut Hughes (Devi, 2008) beberapa karakteristik kegiatan bermain berdasarkan sikap individu adalah :
1.    Bermain dilakukan karena kesukarelaan, bukan paksaan.
2.    Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati.
3.    Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan.
4.    Aktivitas dalam bermain lebih penting dari pada tujuan.
5.    Bermain harus aktif secara fisik dan mental.
6.    Bermain itu bebas, tidak harus selaras dengan kenyataan.
7.    Dalam bermain, individu bertingkah laku secara spontan, sesuai dengan yang diinginkan saat itu.
8.    Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan oleh pelaku.
Berdasarkan sifat kegiatannya, maka bermain dibedakan menjadi dua macam, yaitu; (1). bermain aktif dan (2) bermain pasif. Bermain aktif adalah bermain yang kegembirannya timbul dari anak itu sendiri, meliputi kegiatan bermain bebas, spontan, bermain drama, melamun, bermain konstruktif, bermain musik, dan berolahraga. Bermain aktif berfungsi untuk memuaskan kebutuhan anak, diantaranya adalah kebutuhan untuk mengadakan sosialisasi, mandiri dalam bekerja sama dengan orang lain, membutuhkan rasa percaya diri, serta mengambangkan daya imajinasi. Bermain pasif adalah bermain yang kegembiraannya diperoleh melalui kegiatan orang lain, misalnya: membaca buku, menonton, mendengarkan radio, dan dongeng. Bermain pasif berfungsi untuk submber pengembangan kemampuan berkomunikasi, sumber pengetahuan dan juga sumber identifikasi diri terhadap tokoh teladan dari segi kualitas, kepemimpinan, budi pekerti dan keberhasilan dalam bidang lain.

B.       TUJUAN BERMAIN
Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga ia tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 1995).
Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya, bermain cara yang baik untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran dan kedukaan. Anak dengan bermain dapat menyalurkan tenaganya yang berlebihan dan ini adalah kesempatan yang baik untuk bergaul dengan anak lainnya (Soetjiningsih, 1995).

C.      FUNGSI BERMAIN
Kegiatan bermain berperan untuk mengembangkan kemapuan fisik, intelektual, sosial dan emosional (Gheart & Leovitt, 1985). Bermain juga memegang peranan untuk menmgembangkan kemampuan intelektual, khususnya merangsang perkembangan kognitif, membangun struktur kognitif, belajar memecahkan masalah, rasa kompetisi dan percaya diri, menetralisir emosi negatif, menyelesaikan konflik, menyalurkan agresivitas secara aman dan mengembangkan konsep diri secara realistis. Secara fisik, bermain juga mematangkan kecakapan motorik kasar dan halus, keterampilan jari jemari, serta koordinasi mata dan tangan. Kepekaan penginderaan juga berkembang, menguasai keterampilan motorik dan menyalurkan energi fisik. Pengembangan imajinasi dan kreativitas anak juga berkembang melalui aktivitas bermain.
Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

a.         Perkembangan Sensoris-motorik
Pada saat melakukan permainan aktivitas sensoris-motoris merupakan komponen terbesar yang digunakan anak sehingga kemampuan penginderaan anak dimulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual, stimulasi pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik.
b.        Perkembangan Intelektual (Kognitif)
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan memanipulasi segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek.
c.         Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut.
d.        Perkembangan Kreativitas
Dimana melalui kegiatan bermain anak akan belajar mengembangkan kemampuannya dan mencoba merealisasikan ide-idenya.
e.         Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain anak akan mengembangkan kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
f.          Perkembangan Moral.
Anak mempelajari nilai yang benar dan salah dari lingkungan, terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
g.        Bermain sambil belajar.
Pada saat anak tertekan, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti : marah, takut, cemas, sedih. Perasaan tersebut merupakan dampak dari yang dialami anak karena menghadapi beberapa stresor yang ada di lingkunganya. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi).

D.      PENGERTIAN BELAJAR
Kata belajar menurut beberapa ahli memiliki definisi yang sangat banyak, dari sekian pendapat ada yang sependapat dan ada juga yang kurang sependapat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki arti bahwa belajar merupakan proses untuk memperoleh ilmu yang tidah dimiliki sebelumnya atau menambah wawasan dari ilmu atau kepandaian yang sudah dimiliki sebelumnya. Definisi belajar menurut American  Heritage Digtionary adalah sebagai berikut : “ To again knowledge, comprehension, or mastery trough experience or study” jadi belajar itu untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau studi.
Sedangkan menurut (Kimble dalam buku Hergenhahn dan Olson,1997: 8), mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen didalam potensi behavioral yang terjadi sebagai akibat dari praktek yang diperkuat. Ada lagi menurut (Hergenhahn dan Olson,1997: 8) Learning is a relatively permanent change in behavior or in behavioral potentiality that result from experience and cannot be attributed to temporary body states such as those induced by illiness, fatigue, or drugs. Jadi belajar adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke keadaan tubuh temporer seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan. Ada juga menurut Mayer dalam buku Heri Rahyubi mengatakan belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang disebabkan oleh pengalaman.
Sedangkan menurut (Biggs dalam buku Heri Rahyubi, 2012: 4), belajar dicirikan oleh suatu perubahan yang bertahan lama dalam kehidupan individu dan tidak dilahirkan atau didahului oleh warisan keturunan. Ada juga menurut (Hilgrad dan bower dalam buku Heri Rahyubi,2012: 4) belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.
Menurut (Morgan dalam buku Heri Rahyubi,2012: 4) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Menurut (Laster D. Crow dan Alice Crow dalam buku Heri Rahyubi,2012: 5) belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Menurut (Hudgins dalam buku Heri Rahyubi,2012 :5) belajar dapat didefinisikan sebagaisuatu perubahan dari tingkah laku, yang mengakibatkan adanya pengalaman. Menurut (Ngalim Purwanto dalam buku Heri Rahyubi,2012: 5) belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagaisuatu hasil dari latihan atau pengalaman.menurut (Damiri dalam buku Heri Rahyubi,2012: 5) belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan seseorang atau seorang siswa untuk meningkatkan aspek kognitf, mengembangkan aspek afektif dan mengembangkan ketrampilan gerak yang diterapkan akan menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku , baik bersifat sementara maupun bersifat permanen atau tetap.
Menurut (Sumadi Suryabrata  dlam buku Heri Rahyubi,2012: 4) belajar merupakan upaya yang sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik yang berupa pengetahuan maupun ketrampilan. Menurut (Gagne dalam buku Heri Rahyubi,2012:5) belajar merupakan aktifitas yang kompleks. Hasil belajar berupa capability. Setelah belajar , seseorang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar.
Setelah penulis baca dan pelajari definisi tentang belajar dari beberapa ahli diatas, semuanya memiliki pendapat yang berbeda dan sangat variatif. Dalam kajian isinya tidak terlalu mencolok perbedaannya yaitu belajar merupakan sebuah proses dan prubahan sikap yang dilakukan dengan sadar untuk memperoleh pengalaman, ilmu, dan perilaku yang lebih baik. Terkadang setiap orang yang membaca definisi dari beberapa ahli itu juga mempunyai pengertian yang berbeda-beda tergantung bagaimana cara mengaplikasikanya terhadap perilaku sehari-hari. Ada yang mengartikan bahwa belajar itu merupakan proses yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik sebelum melakukan proses belajar itu tadi. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar itu tidak harus ada perubahan perilaku, melainkan jika terjadi pentransferan ilmu itu sudah dianggap sebagai proses belajar. Sebagai contoh seorang siswa hanya duduk manis dikelas, selanjutnya guru menerangkan pelajaran dengan cara verbal, itu sudah dikatakan proses belajar.
Ada juga siswa langsung disuruh pratek melakukan gerakan olahraga cabang bola voli yang sebelumnya siswa belum tau apa yang harus dilakukan dan hanya diberi buku petunjuk tentang bola voli, pada awalnya siswa mungkin akan melakukan kesalahan-kesalahan kecil dalam pelaksanaanya, akan tetapi proses dari kesalahan tersebut siswa bisa belajar jika kesalahan yang sama jangan sampai terulang lagi. Jadi proses belajar ini sangat fleksibel atau sangat bisa dilakaukan kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Ada juga proses belajar yang dilakukan dengan bermain, itu bisa diterapkan di lingkungan anak-anak maupun orang dewasa contohnya dalam permainan gobak sodor misalnya, permainan tersebut terjadi proses belajar dimana seseoarang dilatih untuk berfikir bagaimana cara melewati penjaga dengan tidak tersentuh oleh penjaga. Permainan ini juga melatih kejujuran, dan itu sangat penting bagi seseorang untuk terus belajar bagaimana menjadi orang yang selalu jujur.
Proses belajar yang nantinya merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik merupakan salah satu pendapat yang sering di tulis oleh beberapa ahli, jadi proses belajar disini banyak yang mengartikan bahwa belajar banyak dilakukan dalam aktifitas fisik. Perubahan perilaku itu sendiri nantinya akan menjadi penilaian seseorang apakah orang tersebut sudah melakukan proses belajar apa belum. Jadi sebelum seseorang tersebut belum merubah perilaku yang lebih baik dari yang sebelumnya maka itu belum dikatakan belajar. Proses belajar kadang juga tidak bisa langsung dipraktekan dan tidak bisa selalu digunakan sehari-hari karena belajar sendiri hasilnya tidak akan selalu digunakan pada setiap aktifitas yang akan selalu dilakukan. Hasil belajar akan digunakan sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya akan terlihat pada aktifitas-aktifitas tertentu. Misalnya seorang atlit, hasil dari belajar melalui latihan dan pengamatan tidak akan digunakan dalam aktifitas dirumah, melainkan hasil belajar tersebut akan digunakan pada saat mengikuti perlombaan dan pada saat latihan lagi.
Setiap proses belajar tentunya peranan pengajar, bahan ajar, dan fasilitas belajar merupakan komponen yang penting dalam proses belajar. Walaupun dalam kenyataanya belajar dapat dilakukan sendiri dan tidak membutuhkan pengajar. Tapi dari ketiga komponen tersebut saling berkaitan untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengajar merupakan komponen yang bisa memiliki dua peranan, yaitu sebagai pengajar itu sendiri dan sebagai bahan ajar. Karena kita bisa belajar melalui pengajar itu sendiri dan bisa mentransfer ilmu untuk belajar menjadi yang lebih baik. Sedangkan bahan ajar sendiri bisa diperoleh kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja tergantung dari apa yang akan di pelajari. Bahan ajar bisa dari tulisan, pengamatan gerak dan hasil dari diskusi. Yang terahir adalah fasilitas belajar, jadi belajar akan berjalan jika terdapat fasilitas belajar yaitu bisa berbentuk buku, tempat proses belajar, dan pengajar.

E.       TEORI-TEORI BELAJAR
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme,  teori belajar kognitivisme, dan  teori belajar konstruktivisme.  Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep:
1. Teori belajar Behaviorisme, Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar Kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori belajar konstruk. Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
F.       IMPLIKASI BERMAIN DAN TEORI BELAJAR
Adapun jenis bermain yang dapat dikembangkan didalam program pembelajaran anak usia dini dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis bermainseperti yang dikemukakan oleh Jeffree, Conkey dan Hewson (2002: 15-21), yakni;
1.  Bermain Eksploratif (Exploratory Play),
a.  memberikan kesempatan pada setiap anak untuk menemukan hal baru
b.  merangsang rasa ingin tahu anak
c.  membantu untuk mengembangkan keterampilannya
d.  mendorong anak untuk mempelajari keterampilan baru
e.  permainan dinamis (Energetic Play),
2.  Bermain Dengan Keterampilan (Skillful Play),
a.  Membantu anak untuk jadi pembangun
b.  Dapat mengurangi keputusasaan
c.  Mengarah pada kegunaan dan kemandirian
d.  Mengembangkan keteramoilan baru meningkatkan kepercayaan diri
e.  Belajar melalui memegang langsung bahan.
3.  Bermain sosial (Social Play),
a.  sebagai sarana bagi anak untuk belajar dari orang lain
b.  mengembangkan kemampuan anak untuk berkomunikasi
c.  membuat anal lebih mampu untuk bersosialisai
d.  membantu anak untuk mengembangkan persahabatan
4.  Bermain Imajinatif (Imaginative Paly)
a.  membantu anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bahasa
b.  membantu anak untuk memahami orang lain
c.  membantu anak untuk mengembangkan kreativitas
d.  membantu anak untuk mengenali diri sendiri
5.  Bermain Teka-Teki (Puzzle-It-Out Play).
a.  Mengembangkan kemampuan anak dalam berpikir
b.  Teka-teki mendorong ras ingin tahu
c.  Mengembangkan kemandirian pada anak
Kelima penggolongan tersebut pada dasarnya saling terintegrasi satu dengan lainnya. Justru perpaduan di antara permainan tersebut maka akan menjadi daya tarik tersendiri bagi anak saat melakukan bermain tersebut. Contoh bahwa bermain berfungsi sebagai sarana melatih ketrampilan untuk bertahan hidup dapat kita amati pada anak-anak kucing yang lari mengejar dan menangkap bola sebagai latihan menangkap mangsanya. Bayi menggerak-gerakkan jari, tangan, kaki tiada lain sebagai latihan untuk mengkontrol tubuh. Bayi berceloteh untuk melatih otot-otot lidah yang dibutuhkan untuk bicara.
Aktifitas bermain dalam belajar memberikan jalan majemuk pada anak untuk melatih dan belajar berbagai macam keahlian dan konsep yang berbeda. Anak merasa mampu dan sukses jika anak aktif dan mampu melakukan suatu kegiatan yang menantang dan kompleks yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Oleh karena itu pendidik seharusnya memberikan materi yang sesaui, lingkungan belajar yang kondusif, tantangan, dan memberikan masukan pada anak untuk menuntun anak dalam menerapkan teori dan melakukan teori tersebut dalam kegiatan praktek. Pendapat pertama tentang bermain oleh Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah memahami aritmatika ketika diajarkan melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan pengurangan dan penambahan dengan membagikan buah apel pada masing-masing anak. Kegiatan menghitung lebih dapat dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain dengan buah apel. Eksperimen dan penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih mampu menerapkan aritmatika dengan bermain dibandingkan dengan tanpa bermain.
Pendapat selanjutnya oleh Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang akan datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan permainan yang akan ditekuni di masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain balok-balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka menggambar maka akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya.

BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Beberapa manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan aspek perkembangan anak. Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak. Ketika pentingnya bermain dapat dipahami oleh pendidik maka pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama dalam kegiatan belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan merancang lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi fasilitator serta motivator untuk anak ketika anak sedang bermain.


DAFTAR PUSTAKA

Caillois, R. (2001). Man, play, and games. Urbana and Chicago, University of Illinois Press (originally published in 1958; translated from the French by Meyer Barash).
Devi. (2008). Bermain dan Kreativitas Anak usia Dini (Artikel). http://deviarimariani.wordpress.com/bermain dan kreatifitas anak usia dini/. Diunduh 16 Oktober 2013
Jenkinson, Sally (2001). The Genius of Play: Celebrating the Spirit of Childhood. Melbourne: Hawthorn Press. ISBN 1-903458-04-8
Rithaudin, (2008). Model Permainan Di Air Sebagai Pembelajaran Pendidikan Jasmani Bagi Anak Sekolah Dasar Kelas Bawah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Stevanne Auerbach (2004) Dr. Toy's Smart Play Smart Toys (How To Raise A Child With a HIgh PQ (Play Quotient)).. ISBN 1-56767-652-9.
Tedjasaputra, Mayke S. (2005). Bermain, Mainan dan Permainan (Untuk Pendidikan Usia Dini). Jakarta: Grasindo.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger